Tuesday, November 22, 2016

Membuat View Sederhana di Django Framework

Mungkin kita semua telah mempelajari dan paham bagaimana membuat project di Django dan cara menjalankan Development Server. Dan seperti yang kita lihat, nampaknya belum bagikut berguna :( . Ya, saya akui memang saya senang dengan warna pastel halaman selamat selamat datang Django, tapi Django sebenarnya bisa malakukan hal yang lebih luar biasa dari sekedar menampilkan pesan “It worked!”. :D


View Pertamaku, Membuat halaman dinamis sederhana yang menampilkan Waktu sekarang

View Pertamaku, Membuat halaman dinamis sederhana yang menampilkan Waktu saat ini
Seperti di judul, kali ini saya akan mencoba berbagi tentang membuat halaman web yang menampilkan waktu saat ini, baik tanggal maupun jam. Dinamis karena page akan menampilkan waktu server saat script dieksekusi. Cukup sederhana, bahkan tidak ada form atau menggunakan database sama sekali.

Ok, let's bake some codes...

Pertama kita membuat view function yang memenaggil HttpResponse dan membuat return value .


Simpan file tersebuat di dalam direktori project yang kita buat.



Sedikit penjelasan Views.py.
  • Pertama kita mengimport HttpResponse yang berada di module django.http.
  • Kemudian mengimport datetime dari python standart library
  • Berikutnya, kita mendefinisikan fungsi yang disebut waktu_sekarang. Ini adalah fungsi dari views. Setiap fungsi tampilan mengambil sebuah objek HttpRequest sebagai parameter pertama, yang biasanya bernama request.
  • Baris pertama di function diatas adalam membuat varibael lokal bernama now dan diisikan object datetime.datetime.now()
  • Selanjutnya adalah membuat halaman HTML yang disimpan dalam variable html dengan menggunakan kemampuan python format string. Lebih flexibel kan?
  • Last but not least adalah membuat return value yang memuat response HTML. Di Django Setiap function view wajib membuat return value sebuah object HttpResponse. 
Mapping URLs
Seperti web framework modern lainnya, Django telah juga menerapkan mapping URL. Sehingga URL yang diketik atau ditampilkan di browser sebenarnya hanya alias yang bersosiasi terhadap fungsi yang akan di panggil. Seperti contoh yang akan kita bahas, ketika mengetikkan
http://127.0.0.1:8000/jamsekarang/ sebenarnya sama sekali tidak ada file atu fungsi bernama jamsekarang. Jamsekarang hanya salah satu rule di URL pattern yang bertugas memanggil fungsi waktu_sekarang
  • Buka File urls.py yang berada di folder project yang kita buat

  • Edit file tersebut sehingga menjadi seperti ini.

Langkah selanjutnya adalah menjalankan server, jika running dialamat dan port default Django silajkan ketik http://127.0.0.1:8000/jamsekarang/ di browser anda.

That's it!


Tuesday, May 17, 2016

Mengenal Bus Factor: your best developer is your biggest problem

Why your ‘best’ developer is your biggest problem?
Roy Osherove 


Bus Factor? Programmer yang kerja sampingan sebagai sopir bis? Bisa jadi, tapi yang dimaksud di sini adalah Bus factor dalam dunia business management company. Dari Wikipedia Bus faktor adalah:
The bus factor is a measurement of the concentration of information in individual team members.
Jadi dengan semakin sedikit staf, karyawan, atau anggota tim yang menguasai sebuah proyek, teknologi perusahaan atau produk perusahaan maka artinya perusahaan itu memiliki Bus Factor yang tinggi.

Bus Factor tidak akan menjadi masalah jika semua berjalan normal. Tapi akan menjadi masalah besar jika ada seorang anggota tim/staff yang ngambekan, yang kebetulan dia sedang menangani project penting, dan hanya dia yang kompeten menangani project itu.

Contoh lainnya adalah , bayangkan jika hak akses manager dari sebuah sistem informasi dan database dari sebuah perusahaan hanya dipegang oleh satu orang staff. Atau karena ke-gaptek-an-nya, si bos mempercayakan seorang staf untuk mengurusi seluruh sistem data di perusahaan. Mulai dari membuat user baru hingga mengganti password server bisa dilakukannya. Jika saya jadi bosnya, jika karyawan itu tidak masuk satu minggu pun saya tidak akan menegurnya.

Bagaimana Cara Menghindari Bus Factor yang Tinggi?

  • Terus kembangkan kemampuan semua anggota tim,jangan terfokus pada satu individu.
  • Persiapkan cadangan pengganti untuk setiap orang yang memegang pekerjaan penting.
  • Share untuk setiap informasi penting dan ilmu baru.
  • Jika produk anda berupa software/aplikasi, setiap bagian dari kode perlu dokumentasi.

Sesungguhnya Bus Factor Tertinggi Ada Pada Anda

Sebagai team leader, manager atau pemilik dari perusahaan adalah orang dengan Bus factor tertinggi. Apa yang akan terjadi pada perusahaan anda jika anda resign? dapatkah perusahaan tetap berjalan?

Tugas jangka panjang anda adalah membuat diri anda dapat digantikan (dispensable). Memastikan suatu saat nanti proyek atau perusahaan tetap berjalan dengan dukungan semua tim tanpa anda dan tanpa perlu bantuan anda lagi. 

Monday, May 16, 2016

TIZEN: Platform berbasis web bukanlah hal baru. Sanggupkah menggantikan Android?

Platform berbasis web bukanlah hal baru.Sanggupkah menggantikan Android?


Tulisan Maykada Harjono,

Dalam majalah PCMedia edisi bulan ke dua tahun 2015


Seorang rekan di media sosial menulis ini, “biggest flaw in web application is JavaScript.” Saya agak meradang membacanya. Apa salah JavaScript? Menurut rekan tersebut, alangkah baiknya bila platform web menyediakan kode tingkat menengah , seperti assembly di .NET atau bytecode di Java, sehingga bahasa tingkat atas bukan Cuma JavaScript. Tidak sulit menebak arahnya, rupanya sebagai pengguna Pascal dia merasa terabaikan.

Padahal, mengapa tidak berpikir sebaliknya? JavaScript menyatukan semua programmer di web. Tidak perlu lagi debat kusir mengenai keunggulan suatu bahasa. Satu solusi untuk semua masalah hanya ilusi. Jadi terima saja ‘de facto’ ini dengan segala kekurangan dan kelebijhannya. Bahasa tak lebih  sebai alat penyampai perintah ke mesin. Sebagai turunan dai ‘C’ JavaScript terbukti sangat memadai dan luwes.

Bicara soal platform web, saya teringat sitem oprasi (OS) yang saat ini sedang hangat dikembangkan, yaitu Tizen.OS berbasis linux ini setidaknya didukung oleh Samsung, Intel, dan Linux Foundation. Samsung bahkan berencana menggukan di banyak perangkat. Mulai dari smartphone, tablet, televisi, kamera hingga mesin cuci. Targetnya adalah alternatif dari Android yang saat ini sangat dominan.

Mengembangkan OS baru jelas bukan perkara mudah. Tidak sekedar meletakkan pondasi yang kuat bagi aplikasi, tapi juga menggulirkan ekosistem pendukungnya. Faktanya, orang mencari aplikasi bukan sistem oprasi. Dulu ketika Microsoft mengembangkan Windows, lokomotif penariknya adalah Ms Office.Tanpa aplikasi perkantoran itu, Windows tidak akan sebesar sekarang.

Lagipula, apa kurangnya Android? Dengan dominasi 85% smartphone di seluruh dunia, sudah pasti ekosistemnya telah berjalan baik. Namus masalahnya, meskipun open source tapi andorid identik dengan Google. Tidak Cuma pendapatang yang termonopoli, tapi juga teknologi. Tentulah kondisi ini tidak sehat.

Salah satu isu yang melemahkan android adalah dia lambat karena menggunakan Java. Masihkah hal itu relevan? Aplikasi Android yang ber-bytecode Java memang tidak secepat kode native mesin. Namun aplikasi umumnya banyak mengandalkan interface dari OS, di mana di dalamnya berisi kode- kode native. Portabilitas dan kontrol terhadap aplikasi lebih penting nilainya daripada sekedar ringan dan cepat.

Di sisi lain, Tizen menonjolkan platform web sebai sebuah keunggulan. Dengan menggunakan HTML5 dan JavaScript, Tizem diklaim lebih ringan dari Android. Bagi para programmer web sendiri , kemudahan membuat aplikasi di perangkat mobile tentulah tawaran yang menarik. Memang cukup paradoks, bila di desktop dunia menyatu dangan sebuah web broser, tapi di Android hal itu ditunjukkan dengan aplikasi- aplikasi terpisah.

Pandangan analis teknologi terhadap Tizen kurang lebih sama—pesimis. Menurut survei IDC, selain empat OS yang dominan dipakai di smartphone, hanya tersisa 1% untuk lain- lain. Boleh jadi Tizen di dalamnya. Dengan pengguna hanya 1%, sulit mengharapkan ekosistem dapat berkembang. Developer menunggu pengguna, dan pengguna menunggu Developer. Ibarat lingkaran setan.

Bila dikritisi lebih dalam, tujuan pembuatan Tizen memang tidak jelas. Bila ingin OS ringan untuk perangkat tertentu, linux versi minimalis sudah banyak tersedia. Misalnya untuk router dan firewal, dengan spesifikasi hardware yang sangat rendah. Perangkat seperti kamera dan mesin cuci tidaklah butuh kemewahan HTML5 dan JavaScript.

Bilakah Tizen akan diterima di masyarakat? Hal ini berbanding lurus dengan manfaat yang ditawarkan. Realitas saat ini, begitu beragamnya aplikasi yang perlu ada di setiap smartphone. Mulai dari media sosial, media onlinemessaging, permainan, perbankan, penunjuk arah, hingga jadwal kereta. Selama aplikasi Tizen tidak sebanyak Android, jangan harap penggunak akan beralih.

Niat baik kemunculan alternatif teknologi tentu patut didukung. Namun, ketergantungan dengan Google nyatanya sulit dipisahkan. Layanan Google sudah lekat dengankehidupan kita. Belum lagi sejuta lebih aplikasi Android di Google Play. Sejatinya kita ingin berharap banyak dari Tizen, bilapun kandas sakitnya biarlah di sana.

Tulisan Maykada Harjono,

Dalam majalah PCMedia edisi bulan ke dua tahun 2015

Usulan Saya Untuk Mengatasi Macet di Indonesia

Salinan tulisan saya di kaskus, 14-03-2013 19:30


Hanya opini saja gan, menurut ane pemerintah memang tidak serius dalam memikirkan macet di Indonesia. :nohope

Menurut saya macet bukan hanya maslah jakarta dan kota besar lainnya gan, tapi masalah bangsa ini. Mengapa? Satu, pengambil kebijakan masalah permacetan itu bukan di tingkat daerah gan, tapi ditingkat pusat, pemerintah sebenarnya bisa membenahi atau membuat undang- undang yang bisa mengatasi macet, tapi pemerintah hanya mengambil tindakan- tindakan yang sifatnya populis. Dan yang kedua, indikasi kemacetan lalin sudah mulai menjalar di luar jakarta. Sragen, Sukoharjo, Solo, Madiun, Jogja, Semarang (parah, hehe), Cirebon, Surabaya... itu semua baru di jawa gan... gak tau di daerah lain seperti apa.

Jumlah kendaraan bermotor di Indonesia pada tahun 2012 adalah 94.229.299 unit dan sekitar 82 persennya adalah sepeda motor, dan hal ini terus akan bertambah. Sementara kita tahu pertumbuhan jalanan di indonesia masih sangat rendah, misalnya saja Jakarta yang hanya sekitar 0.01 % per tahun. Bukankah hal ini negara kita seperti sedang menjual software ketika komputer belum ditemukan?

Oke, masalah penjualan bukan salah pemerintah, karena pemerintah tidak bisa melarang begitu saja perniagaan yang memang sangat legal, undang- undang tidak melarang penjualan kendaraan di Indonesia. Tapi... lisensi berkendara (SIM) itu dikeluarkan pemerintah bukan? Tidak tau di kota lain seperti apa, tapi di kota saya, hampir semua permohonan SIM dikabulkan. Bahkan dulu sempat juga ada program SIM kolektif, yang sepertinya semua peserta lolos! yang penting mengikuti ceremonial-nya. Jika tidak lolos ujian SIM pun, pas pulang tetep bawa SIM, entah bagaimana dan dari mana mereka memperoleh SIM. Sehingga orang- orang yang belum layak mengemudikan kendaraan ahirnya juga mendapat lisensi mengemudi, bahkan ada diantara mereka yang belum bisa atau masih anak- anak.

Apakah tidak ada yaa... satu atau beberapa polisi yang lapor keatasannya, "pak ini jalanan sudah penuh, mohon jangan keluarkan SIM dulu. Kalo begini terus jalanan akan macet total pakk".



Dan yang terahir adalah karena bensin di Indonesia yang murah. Bukan kerena biayanya murah, tapi karena bensin itu disubsidi. Masalahnya motor- motor yang kita miliki itu tidak seberapanya gan dibanding mobil2 orang kaya dalam hal "minum" bensin. Kita juga harus tau gan, Subsidi BBM di indonesia tahun 2012 adalah sebesar  200 triliun rupiah, bandingkan dengan program monorel pak jokowi yang hanya dianggarka Rp 7T.

Jika kepemilikan kendaraan bermotor dipersulit, pemberian lisensi mengemudi benar- benar dijankan dengan benar, dan harga BBM yang wajar... Saya rasa dengan sendirinya masyrakat akan beralih ke transportasi masal. tidak perlu di oyak- oyak (dipaksa, jawa)... karena buruknya sarana transportasi masal saat ini karena lesunya permintaan. Baru beberapa tahun yang lalu ojek di daerah saya rame, sekarang karena semua orang punya HP dan punya motor, pengusaha ojek dan tukang ojek kolaps gan :sorry . Armada bis umum juga bernasib yang hampir- hampir sama, cuma kalau dulu pengusaha bisnya banyak dan bisnya ganti- ganti tapi kalu sekarang cuma satu dan bisnya udah jelek- jelek. :(

logikanya sederhana gan, masih ingat pelajaran ekonomi waktu sekolah kan...? setiap ada permintaan maka akan ada penawaran... hukum supaly demand! :malu dengan adanya masyarakat yang membutuhkan jasa transportasi, pasti dengan sendirinya akan banyak investor yang ingin memberikan layanan transportasi.

Jika apa- apa dikerjakan negara, tidak ada kemajuan gan... tidak ada persaingan, ya jadinya kayak tadi... buruknya pelayanan yang di berikann... maklum...kalau masalah pelayanan yang diberikan negara saya takut mereka akan diangkat menjadi PNS, jadi males kerja deh... #bercanda Tapi bener kok  gan, masih inget armada damri kannn? dimanakah mereka sekarangggg?

Dengan begitu akan banyak keuntungan yang bisa kita peroleh, pajak yang lebih tinggi, alokasi subsudi BBM bisa digunakan untuk kebutuhan lain juga gan... bukan untuk mensubsidi orang- orang kaya yang bertamasya, offroad, touring atau kegiatan- kegiatan lain sementara orang yang hidup dibawah garis kemiskinan di negri ini masih sangat banyak. Sekian. :)

sumber gambar.

Saya Menyebutnya Postingan Pertama: Refleksi 15 Tahun Reformasi

Di bulan Mei 15 tahun yang lalu, peristawa 30 tahun-nan yang melanda bangsa ini kembali terjadi. Ketidak puasan terhadap situasi yang terus terakumulasi ahirnya meledak, terbakar dan membakar. Krisis-pun dimulai, berawal dari krisis moneter berkembang menjadi krisis multi demensi. Berawal dari ketidak puasan terhadap pemerintah atas sulitnya ekonomi saat itu, memicu praduga. Praduga yang menduga krisis terjadi karena ketidak becusan pemerintah -walaupun setelah sekian tahun hidup sejahtera-, praguga yang menduga krisis terjadi karena pembatasan yang berlebihan terhadap hak- hak masyarakat yang terutama adalah hak- hak yang menyangkut kebebasan berpendapat. Dan masih banyak praduga yang lain dan belum tentu benar. Dalam hal ini saya juga bisa saja berpraduga bahwa krisis terjadi karena tidak terlaksananya dengan baik kewajiban- kewajiban yang diemban masyarakat.

Tapi satu hal pasti adalah diakui atau tidak, gerakan 98 telah membawa bangsa ini menuju era globalisasi yang akan bermuara kepada demokrasi. Era di mana hak- hak manusia dijunjung tinggi, walaupun manusia itu setengah- setengah dalam melaksanakan kewajibannya atau bahkan nol.

Setelah bulan Mei 15 tahun yang lalu, ironis (ngeri) tapi pasti, paham HAM (Hak Asasi Manusia) yang tidak didasari atas KAM (Kewajiban Asasi Manusia) semakin menjalar dan kelihatannya semakin parah. Rasanya gerakan 98 bukanlah gerakan rakyat yang berjuang untuk memperoleh hak, melainkan gerakan masa yang berjuang untuk melepaskan (mengelak/lari dari) kewajiban. Sehingga kejadian saling lempar tanggung jawab menyadi sesuatu yang sangat lazim terjadi saat ini.

Para wakil rakyat menjadi identik dengan kelompok yang suka jalan- jalan keluar negri, suka mempermainkan anggaran, dan kerjaannya pun "tidak ada" yang selesai. Tapi masalah gaji, silahkan cari sendiri. Itu tadi DPR, sekarang PNS. PNS menjadi goal faforit mahasiswa dan alumni setelah kuliah, bukan karena inging mengabdi kepada masyarakat dan negara, tapi sangat rendah jika menurut saya, hanya karena PNS itu pekerjaannya ringan/gampang, tapi gajinga tinggi. Pekerjaan PNS menjadi ringan itu kerena kamu tidak melaksanakan tugasmu secara benar dan maksimal bung!

Setelah bulan Mei 15 tahun yang lalu, Gerbang hak seseorang yang dibuka secara bebas. Karena saking bebasnya, terkadang  hak seseorang menginjak hak seseorang yang lain, dimasyarakat timbul yang namanya perebutan hak. Mereka semua meyakini bahwa itu adalah haknya. Dari perebutan hak justru akan timbul pelanggaran atas hak yang lebih serius, bahkan terkadang bukan hanya hak satu atau dua orang yang jadi korbannya, melainkan masal.

Pemerintah yang rupanya juga sedang sibuk memperjuangkan haknya. Sehingga membuat kasus- kasus pelanggaran hak menjadi tak terurus dan semakin bertambah. Tak ada yang merasa berkewajiban menyelesaikan.

Mungkin karena semua orang merasa bahwa kewajiban itu nomer dua kali yaa.... :(

Sekian.

sumber gambar